Menjadi ibu rumah tangga (IRT) kerap dianggap sepele oleh sebagian orang. Namun, Warti Almeidah dan puluhan wanita di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga lainnya, membuktikan bahwa menjadi ibu rumah tangga bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan.
Dengan semangat yang luar biasa, Warti bersama ibu-ibu lainnya membangun Kelompok Wanita Tani (KWT) Almeidah yang berfokus pada olahan nanas. Meski berawal dari keprihatinan terhadap petani nanas, siapa sangka bisnis mereka kini berkembang hingga mampu meraup omzet belasan juta.
“Kelompok Wanita Tani (KWT) kami berdiri pada tahun 2013, tapi kami konsen mengolah nanas itu dari tahun 2016 sampai sekarang. Kami memproduksi aneka olahan nanas ini berawal dari keprihatinan kami dengan para petani nanas yang tidak bisa menjual seluruh hasil panennya,” ungkap Warti kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Jadi, pada saat panen raya tiba, itu hasil panen melimpah dan banyak sekali buah-buahan yang nggak terpetik. Jadi (buah-buah itu) kami manfaatkan, kami olah untuk dibuat inovasi menjadi beberapa produk,” sambungnya.
Warti bercerita awalnya hanya membuat permen nanas, namun seiring berjalanya waktu, mereka terus berinovasi menciptakan produk baru.
“Awal mulanya itu kami membuat permen nanas. Kemudian, kami berinovasi dan menciptakan beberapa olahan. Ada dodol nanas, sambal nanas, jus nanas, koktail nanas. Untuk setiap tahunnya, ada produk baru yang kami produksi,” paparnya
Dari sekian banyak produk yang ditawarkan, Warti mengaku dodol nanas menjadi favorit konsumen. Bahkan jika musim libur tiba, dodol nanas bisa terjual hingga 1.500 pcs.
“Kalau dodol dalam sebulan bisa terjual 500 pcs. Kalau hari besar kayak Lebaran atau Tahun baru pernah (terjual) sampai 1.500,” ucapnya.
Ekspor hingga ke Timur Tengah

Selain dodol, koktail nanas juga banyak diminati masyarakat. Pihaknya juga pernah melakukan ekspor koktail nanas ke Timur Tengah, namun terpaksa dihentikan karena terkendala packaging.
“Untuk produksinya, (koktail nanas) bisa 10.000 pcs produksi per bulan dengan 3-4 orang karyawan. Dulu ada yang pernah ekspor ke Timur Tengah dua kali. Kita baru kirim tiga container, tapi yang bentuknya kaleng sekitar ribuan, tapi di sana kendalanya banyak karena ada yang rusak (produknya) selama diperjalanan. Setelah dipikir kayaknya belum siap,” ungkapnya.
Dari penjualan seluruh produk, Warti mengatakan dapat meraup omzet belasan juta per bulan. Tingginya penjual ini tentunya tak lepas dari kehadiran Desa Lembah Asri Serang (D’las) di Desa Serang, yang kini menjadi Desa BRILiaN BRI.
“Hingga sampai sekarang omzet kami sudah mencapai 13 juta per bulan,” katanya.
“(Adanya D’las) lumayan besar dampaknya. Jadinya kita bisa stok pesanan. Ada peningkatan omzet juga sekitar 30%. Kita juga masok ke desa wisata rutin, biasanya kita setiap minggu restock kayak jus, koktail,” sambungnya.
Sempat Terhenti Karena Pandemi COVID-19

Meski usahanya sudah jauh berkembang, Warti mengaku bisa ada di titik ini karena bantuan sejumlah pihak. Terlebih usaha mereka sempat terhenti lantaran pandemi COVID-19 sehingga membuat mereka butuh modal untuk menghidupkan bisnis.
“Sebelum pandemi, kami hanya menggunakan modal dari kami sendiri. Model awal kami itu tidak banyak, kira-kira Rp 20 juta waktu itu untuk membeli sarana prasarana dan bahan-bahan,” kisahnya.
“Tapi setelah pandemi, kita sempat off satu tahun tidak produksi. Terus akhirnya kami butuh modal lagi untuk produksi berikutnya. Lalu, kami menggunakan pinjaman dari KUR BRI sekitar Rp 50 juta. Dari Rp 50 juta yang kami pinjam itu digunakan untuk membeli kemasan, terus juga bahan-bahan produksi,” sambungnya.
Tak berhenti di bantuan KUR, nasib baik kembali datang. BRI memberikan bantuan senilai Rp 17,5 juta kepada KWT Almeidah. Bantuan inipun digunakan untuk membeli alat produksi berupa mesin pengaduk dodol, panci, dan lainnya.
“Setelah kita meminjam KUR, beberapa lama kemudian kami mendapatkan bantuan berupa mesin pengaduk dodol dari BRI. Jadi, sebelumnya kami mengaduk dodol manual pakai tangan, sehari ngaduknya harus lima kali. Tapi sekarang hanya semenjak pakai mesin, ngaduknya hanya sekali. Kalau ngaduk sendiri kan bisa 4 jam. Kalau pakai mesin cuma 1 jam,” jelasnya.
“Jadi sangat bersyukur dengan adanya bantuan dari BRI ini karena bisa menghemat biaya produksi hingga 50% sehingga bisa memproduksi dodol lebih efisien,” tutupnya
Diketahui, BRI turut mendorong pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnisnya melalui program KlasterKu HidupKu. Upaya ini dilakukan melalui pemasaran produk, pelatihan, hingga bantuan sarana dan prasarana.